Rasulullah SAW mengibaratkan anak seperti kertas putih bersih, tergantung kepada orang tua, apakah kertas itu akan ditulis dengan tinta berwarna merah, hitam, biru, hijau, atau yang lainnya. Kita sebagai orang tua terkadang atau bakan sering kali memvonis anak dengan logo "nakal", "bandel", "malas", atau yang lainnya. Padahal seandainya ditelaah, kepribadian bandel, nakal, malas atau yang lain terbentuk bukan dengan sendirinya. Anak tidak mungkin langsung bisa menjadi nakal seandainya tidak ada yang dicontoh, anak tidak mungkin menjadi bandel jika tidak ada yang ditiru. Dan orang yang paling dekat dengan anak untuk ditiru adalah prilaku kedua orang tua mereka. Orang tualah yang paling dominan membentuk karakter dan kepribadian anak. Tanpa disadari dalam mendidik orang tua seringkali tidak sabar dengan perilaku anaknya sendiri, sehingga menghukum dengan cara-cara yang keras, seperti menghardik, berkata-kata keras ataupun kasar, bahkan menggunakan kekerasan fisik, seperti mencubit, menyentil telinga anak, memukul dan sebagainya.
Allah mengingatkan Rosulullah SAW secara khusus agar meninggalkan cara-cara kasar, sebab kekasaran bukan mendekatkan umatnya kepadanya, tapi justru akan menjauhkannya, Allah berfirman:
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu..." (QS. Ali Imran:159)
Ayat tersebut di atas sangatlah jelas, bahwa Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan umatnya untuk mendidik dengan kelemah lembutan. Berbuat lemah lembut bukan berarti harus selalu menuruti keinginan anak, orang tua harus lebih dahulu memahami apa yang diinginkan anak, apakah permintaan anak cukup realistis atau tidak, apakah wajar atau tidak dan sebagainya.
Pada dasarnya anak juga memiliki harga diri sebagaimana orang dewasa. mereka tidak ingin harga dirinya diabaikan, meskipun oleh orang tuanya sendiri. Mereka ingin dihargai layaknya manusia dewasa. Anakpun memiliki dunianya sendiri. Salah dan benar hendaknya diukur dari dunia mereka dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan jiwanya.
Allah mengingatkan Rosulullah SAW secara khusus agar meninggalkan cara-cara kasar, sebab kekasaran bukan mendekatkan umatnya kepadanya, tapi justru akan menjauhkannya, Allah berfirman:
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu..." (QS. Ali Imran:159)
Ayat tersebut di atas sangatlah jelas, bahwa Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan umatnya untuk mendidik dengan kelemah lembutan. Berbuat lemah lembut bukan berarti harus selalu menuruti keinginan anak, orang tua harus lebih dahulu memahami apa yang diinginkan anak, apakah permintaan anak cukup realistis atau tidak, apakah wajar atau tidak dan sebagainya.
Pada dasarnya anak juga memiliki harga diri sebagaimana orang dewasa. mereka tidak ingin harga dirinya diabaikan, meskipun oleh orang tuanya sendiri. Mereka ingin dihargai layaknya manusia dewasa. Anakpun memiliki dunianya sendiri. Salah dan benar hendaknya diukur dari dunia mereka dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan jiwanya.